MESJID KERAMAT DI BANUA LAWAS

             PUSAKA DI MASJID PUSAKA
Pusaka dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah harta benda peninggalan orang yang telah meninggal, warisan  barang yang turun temurun  dari nenek moyang. Dalam wikipedia,  pusaka adalah suatu istilah yang digunakan untuk menyebutkan suatu benda yang dianggap sakti atau keramat. Biasanya benda-benda yang dianggap keramat di sini umumnya adalah benda warisan yang secara turun-temurun diwariskan oleh nenek moyangnya.  Tapi,  pernahkah kaian mendengar pusaka berupa sebuah mesjid?
Banua lawas,  sebuah kecamatan yang berada di Kabupaten Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan memiliki sebuah Mesjid yang sarat makna sejarahnya, yaitu Mesjid Pusaka Banua Lawas.  Mesjid pusaka,  merupakan merupakan  cikal bakal dan saksi bisu masuknya Islam di Banua lawas.  Mesjid ini disebut mesjid pusaka dikarenakan mesjid ini memiliki berbagai benda-benda pusaka dan Mesjid inipun merupakan sebuah pusaka.
Mesjid yang memiliki panjang 1dan lebar 16m, didirikan pada tahun 1625 M, di sebuah lahan bekas balai adat masyarakat dayak manyan.  Dayak manyan merupakan penduduk asli masyarakat Banua Lawas dan memiliki kepercayaan Kaharingan pada masa itu.  Peninggalan pusaka dari masyarakat dayak manyan tersebut salah satunya berupa sepasang tajau yang berisi air dan ada beberapa uang logam didalamnya, dan diletakkan di depan Mesjid Pusaka.  Tajau tersebut diyakini memiliki nilai-nilai mistis. MMenurut Bapak Misran Seorang Juru Pelihara Mesjid  Pusaka Bnua lawas memaparkan bahwa Setiap keturunan masyarakat setempat yang baru melahirkan,  maka sianak harus dimandikan dengan air yang ada di tajau tersebut ungkapnya.  Tidak hanya dari masyarakat yang berketurunan muslim,  tapi juga masyarakat non muslim yang masih merupakan keturunan dari masyarakat Dayak Manyan daerah Banua Lawas tersebut.  “Selain itu air yang ada di dalam tajau tersebut juga bisa bertambah sendiri tanpa di isi oleh kaum mesjid atau masyarakat sekitar tuturnya lagi.  Dan pernah ketika malam 17 ramadhan tahun 2006 ketika tadarusan didalam meajid,  tiba-tiba terdengar bunyi preak (sepeeti ada sesuatu yang hancur), dan ketika di jenguk keluar,  ternyata salah satu tajau pecah.  Ajaibnya ketika disusun dan disatukan dengan lem,  tajau tersebut kembali utuh seperti semula.  Sehingga untuk memelihara tajau tersebut di bentuk sebuah tempat dari semen untuk meletakkan kedua tajau tersebut.  "ketika kami membuat tempat untuk meletakkan tajau tersebut,  awalnya kami membuat sekat yang memisahkan kedua tajau tersebut,  tapi tiba-tiba banyak masyarakat di daerah tersebut yang didatangi oleh orang gaib (dialamati) dan meminta agar kedua tajau tersebut jangan dipisah atau diberikan sekat karena dua tajau tersebut merupakan dua laki bini (suami isteri).  Sehingga pada kesokkan harinya saya hancur sekat diantara kedua tajau tersebut" tuturnya.
Benda lain yang ada di mesjid yang juga memiliki nilai swjarah dan nilai mistis yaitu sebuah beduk dan sungkul.  Beduk yang biasa digunakan masyarakat pada zaman dahuku sebagai alat peringatan waktu,  dan sangkul adalah sebuah benda yang diletakkan di atap pucuk mesjid.  Beduk dan sangkul yang ada di mesjid pusaka merupan benda yang sudah tua dan berumur ratusan tahun.  Konon beduk dan sangkul ini metu pakan 2 benda yang cukup besar dan di buat dari sebatang pohon banglai atau pohon ulin yang sama.  Walau sangkul yang berumur ratusan tahun itu sudah tidak dipasang di pucuk mesjid pusaka,  namun keberadaannya tetap tersimpan rapi disebuah kaca bertutupkan kain kuning dan diletakkan di pelataran belakang mesjid. "pernah suatu kali disaat pergantian sangkul  mesjid pusaka,  sangkul lama (sangkul yang berada dibelakang mesjid itu)  di buang dan dilarutkan disungai,  namun sangkul tersebut tidak hanyut-hanyut,  hingga akhirnya sangkul tersebut beralamat untuk dibawa kembali ke mesjid pusaka tersebut,  sehingga diletakkanlah sangkul tersebut di bagain pelataran mesjid pusaka" pungkasnya.
Karena pusaka yang menjadi keramat adalah sebuah mesjid,  maka tak ketinggalan pula tiang-tiang yang mnjafi penopang mesjid tersebut turut memiliki nilai sejarah dan makna tersendiri.  Jumlah tiang yang ada dimesjid pusaka berjumlah 17 dan lima diantaranya merupakan tiang guru.  Menurut bapak Misran selaku Jupel Mesjid pusaka menerangkan "dulu itu tidak sembarangan orang membnagun meajid.  Orang-orang membangun mesjid menggunakan filsafat.  Didalam mesjid itu ada 17 tiang,  yang menandakan 17 rakaat sholat yang wajid dikerjakan dalam sehari semalam. Diantara 17 tiang itu ada empat tiang yang agak besar dan satu tiang yang tinggi, itu disebut tiang guru dan jumlahnya itu 5 yang menandakan rkun Islam. Konon katanya ketika orang memeluk tiang tersebut sambil bernazar,  maka akan lekas terkabul.  Tapi kebanyakan orang kadang salah dalam memahami dan juga tata cara memeluknya.  Seharusnya,  ketika memeluk tiang tersebut dilakukan searah dengan orang melakukan tawaf.  Dimulai dari sisi sebelah kanan,  hingga tiang ke empat. Setelah tiang keempat baru menuju tiang guru yang terakhir yang berada di tengah dan menaikinya.  Ketika memeluk tiang pertama dianjurkan untuk membasyahadat,  rukun Islam yang pertama.  Ketika memeluk tiang yang kedua,  mengingat rukun Islam yang kedua yaitu sholat beserta rukun sholat.  Begitu pula di tiang ketiga,  mengingat rukun islam yang ketiga (puasa).  Dan ditiang ke empat mengingat rukun islam keempat,  zakat.  Dan di tiang ke lima naik ketangga yang melekat pada tiang kelima.  Sambil memeluk tiang juga dianjurkan untuk mengucapkan nazar" ungkapnya.
Tiang Guru yang kelima,  yang berada ditengah merupakan tiang yang menjulang tinggi hingga diatasnya melekat sebuah tempat persegi yang sekelilingnya terdapat jendela kaca fan satu jendela yang masih bisa dobuka.  Konon tempat tersebut merupakan tempatuadzin mengumandangkan sholatbpada zaman dahulu,  karena dahuku tidak terdapat alat pengeras suara seperti sekarang ini. Dahulu bukan jendela kaca yang terttuup yang mengelilingi tempat tersebut,  melainkan jendela buka tutup, dan ketika waktu sholatbtelah tiba,  maka jendela di buka semua dan azan dikumdangkan.
Tiang guru yang kelima juga merupakan salah satu benda yang tidak pernah diganti sejak dibangunnya mesjid pusaka pada tahun 1625 m.  Tiang guru yang ditengah ini merupakan sebatang pohon Sirak yang berada didepan balai adat dayak pada zaman dahulu.  Bangunan mesjid pusaka dibangun tepat diatas tanah yang mana tanah tersebut sebelum dibangunnya mesjid pusaka  merupakan balai adat masyarakat dayak manyan.  "Tiang guru tersebut berumur lebih tua dari umur mesjid pusaka tersebut.  Ketika dijadikan tiang tangga yang memutar otu,  pohon itu hanya ditebas bagian atasnya.  Dan tetap berada di tempat pohon tersebut hidup.  Kala  renovasi mesjid, yang diperbaiki hanya anak tagga yang melekat pada pohon tersebut, atau yang disebut tambal sulam anpa mengganti tiang pohon sirak tersebut" pungkasnya.
Penulis : Ajidayanti
Sumber : wawancara "Bapak Misran selaku Juru Pelihara Mesjid Pusaka"

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAMANDI I WASI TUHA (MEMANDIKAN BESI TUA)

ULAMA KALUA

KLENTENG SOETJI NURANI