MAMANDI I WASI TUHA (MEMANDIKAN BESI TUA)


MAMANDIKAN  BENDA PUSAKA
Berbagai wujud dari kebudayaan memang beragam, baik yang berupa ide, aktivitas maupun artefak yang dihasilkan oleh tiap masyarakatnya. Kebudayaan-kebudayaan setiap daerah memang memiliki perbedaan dan ciri khas tersendiri. Hal tersebut menimbulkan keberagaman yang menjadikan Indonesia kaya akan budaya daerah.
Banua Lawas,  diantara daerah-daerah yang ada di Kalimantan Selatan memiliki berbagai budaya yang memiliki nilai mistis dan histori didalamnya.  Tak dipungkiri berbagai benda dan peningalan pusaka yang diyakini memiliki kekuatan gaib banyak ditemui di daerah ini.
Baru-baru ini,  tepatnya jum'at,  29 september 2017 diadakan sebuah kegiatan yang diberi nama Pembersihan Benda Pusaka. Hakikat yang tersirat dalam kegiatan pembersihan  benda pusaka ini yaitu pembersihan diri. Acara ini berlangsung selama tiga hari, yang mana pada hari ke tiga atau puncaknya yaitu pada kegiatan Badudus. Menurut Abi, seorang keturunan dari kepemilikan benda-benda pusaka tersebut, diadakannya acara selama tiga hari bagi masyarakat Banjar sendiri angka ganjil itu memiliki makna sakral. Sebagai orang yang berbudaya, acara ini merupakan kegiatan rutin sebagai wujud pelestarian budaya yang dilakukan setiap tahunnya. Kegiatan Pembersihan Bunda Pusaka dilakukan pada bulan Muharram dan tidak terikat tanggal yang harus ditentukan.
Pembersihan benda pusaka yaitu sebuah ritual mencuci benda-benda tua. Benda-benda tersebut yang dintaranya diyakini memiliki nilai mistis tersendiri.  “Diantara benda yang dibersihkan yaitu benda-benda pusaka jenis besi dan guci. Pada zaman dahulu, besi merupakan alat pertahanan hidup masyarakat daerah setempat, dan guci merupakan alat kehidupan, baik untuk makan maupun minum. Semua benda-benda yang dibersihkan tersebut memiliki umur yang berbeda- beda. Telah diteliti oleh arkeolog Jogja dan didapat hasil bahwa benda-benda itu sudah berumur lebih dari satu abad,” kisah Abi.
Diantara besi-besi yang ada, seperti keris, tombak, Mandau, pedang, dan lain sebagainya, pada awalnya merupakan satu kepemilikan. Namun, karena keturunan yang banyak, benda tersebut dibagi-bagi kepada keturunan yang ada. Akan tetapi, pada setiap tahunnya benda tersebut tetap dikumpulkan dan dibersihkan bersama. Benda-benda tersebut didapat dari keturunan Kartamina,  seorang tokoh masyarakat yang merajai daerah Banua Lawas dan memiliki balai adat kala masyarakat daerah tersebut masih menganut keyakinan kaharingan. Setelah masuknya Islam ke daerah Banua Lawas, benda-benda pusaka tetap dipelihara oleh keturunannya, dan karena dalam proses pemeliharaan benda-benda pusaka ada sebuah ritual khusus, hal itu mampu memunculkan aura-aura mistis pada benda-benda tersebut.
Jumlah besi dan guci yang di bersihkan pada setiap ritual tidak bisa dijumlahkan secara pasti. Jumlah ketika dikumpulkan dan dibersihkan itu kadang berbeda-beda. Bahkan untuk setiap tahunnya benda yang dibersihkan bisa berkurang maupun bertambah. Hal itu dikarenakaan ada nilai mistis yang terdapat pada benda pusaka yang dibersihkan tersebut.
Rangkaian kegiatan pembersihan benda pusaka tersebut dilakukan secara turun temurun dan melihat garis keturunan terdahulu. Tempat untuk membersihkannyapun tidak harus ditentukan pada suatu tempat. Akan tetapi sebagai rasa hormat dan menghargai keturunan sang pemilik benda pusaka tersebut, acara pembersihan benda pusaka biasa dilakukan di rumah keluarga keturunannya.
 Pembersihan benda pusaka terutama besi dimulai dari pencucian besi menggunakan air kelapa muda. Besi yang dicuci dan direndam air kelapa tersebut didiamkan selama tiga hari. Pada hari keempat besi itu dibangkit (diangkat) dan dibersihkan kembali dengan jeruk nipis. “pencucian dan perendaman besi didalam air kelapa dikarenakan air kelapa telah diteliti memiliki khasiat menguatkan besi. Sedangkan penggunaan jeruk nipis untuk menghilangkan karat-karat pada besi” tutur Abi. Pada tahap akhir, besi yang telah dibersihkan tersebut dimandikan dengan air bunga. Tempat pemandian dan alat-alat mandinya tersebut dipakaikan dengan kain kuning dan yang memandikan pun berbalut tapih kuning. “tahap akhir pembersihan benda pusaka ini yaitu dengan memandikan besi dan dan guci dengan air bunga sebagai harapan benda-benda tersebut tetap wangi. Syarat khusus dalam kegiatan ini tidak ada, namun biasanya keluarga empunya benda pusaka tersebut menyediakan piduduk berupa beras, gula merah dan kelapa” kisah Abi.
 “Kegiatan yang berbau mistis kadang memang dikaitkan dengan ritual-ritual yang didalamnya dibacakan mantra-mantra. Namun sebagai orang banjar yang notabennya beragama islam tetap harus menjunjung tinggi nilai-nilai keislamannya. Sehingga ketika kegiatan ini dilakukan mungkin dulunya memang pembacaan mantra-mantra, kini diganti dengan do’a-do’a dan pembacaan ayat-ayat Al-Qur’an. Akan tetapi secara utuh kegiatan ini merupakan suatu budaya yang tetap harus dilestarikan,” tegas Abi. Akhir dari kegiatan pembersihan benda pusaka ini adalah pembacaan do’a. dalam istilah orang Banjar disebut manyalamat.

Sumber :
  • Abi ( Juru kuci pusaka sekaligus keturunan pemilik benda-benda pusaka)
Penulis
  • Ajidayanti


Komentar

Postingan populer dari blog ini

ULAMA KALUA

KLENTENG SOETJI NURANI