ULAMA KALUA



Syekh Muhammad Nafis Al-Banjari
Di Kalimantan Selatan khususnya di daerah Pahuluan atau Hulu Sungai (Rantau, Kandangan, Barabai, Amuntai, Paringin, dan Tanjung) di majelis-majelis ta’alim, mesjid, langgar, atau tempat-tempat menuntut ilmu agama lainnya banyak yang mengajarkan kitab-kitab karya ulama lokal Kalimantan Selatan. Diantara kitab yang digunakan tersebut yaitu kitab Ad-Durrun Nafis karya seorang ulama sufi kelahiran Banjar. Kitab bernahasa melayu, kecil dan tipis, namun mengandung ilmu yang sangat padat. Kandungan kitab ini adalah ilmu tauhid yang terangkai dengan ilmu tasawuf yang cukup tinggi serta istilah-istilah ilmu lainnya. Terlihat dari bahasa dan isi kitab tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengarang kitab tersebut bukanlah orang yang sembarangan. Melainkan seorang yang sangat ahli dalam bidang ilmu tersebut, yaitu Muhammad Nafis bin Idris bin Husain. Begitu ahli beliau dalam membidangi ilmu tersebut hingga diberi gelar ”As- Syekh Al-Mursyid” oleh orang-orang sezamannya, suatu gelar yang menunjukan bahwa beliau diperkenankan untuk mengajar tashawuf dan tarekatnya kepada orang lain. Selain itu gelar “Maulana Al-‘Allamah Al-Fahhamah Al-Mursyid ilaa Thariq As-Salamah As-Syaiykh Muhammad Nafis bin Idris bin Husein Al-Banjari” (Tuan guru yang sangat alim yang luas pemahamannya yang menunjukan kejalan keselamatan Syekh Muhammad Nafis bin Idris bin Husein Al-Banjari).


Karya tulis beliau bukan saja terkenal dan dipelajari di Kalimantan Selatan,  namun juga dikenal, dipelajari dan diajarkan di berbagai negara Islam lainnya. Hal ini di buktikan dengan banyaknya pencetakan karya beliau diberbagai percetakan, antara lain di Kairo, Mesir oleh Dar At-Thaba’ah (1347H./ 1928M.) dan Musthafa Al-Halabi (1362H./ 19343 M.). Di Makkah oleh Mathba’ah Al-Karim Al-Islamiyah (1323H./ 1905M.) dan berbagai percetakan di Indonesia.
Menurut seorang yang kasyaf mengatakan kitab Ad-Durrun Nafis berisi bagian dari ilmu para wali Allah, barang siapa mempelajarinya, maka ia akan dicatat oleh para wali sebagai bagian dari mereka. Ini merupakan karamah (kemuliaan atau keistimewaan) penyusunnya, yaitu Syekh Muhammad Nafis Al-Banjari.
Syekh Muhammad Nafis Al-Banjari lahir sekitar tahun 1148 H./ 1735 M. di Martapura, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan dari keluarga bangsawan atau Kesultanan Banjar yang bersambung hingga Sultan Susiansyah (1527 M.-1548 M.). Beliau hidup pada periode yang sama dengan Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari, dan wafat sekitar tahun 1812 M.
Semasa hidup beliau menuntut ilmu di Mekkah, namun tidak ada catatan tahun yang pasti kapan beliau pergi. Diperkirakan beliau pergi ke Mekkah sejak usia muda, sesudah mendapat pendidikan prinsip-prinsip dasar Agama Islam dari Kota kelahiran beliau. Dikemudian hari, didapati beliau belajar di Mekkah, sebagaimana beliau tuliskan dalam catatan pendahuluan bagi karya beliau Ad-Durrun Nafis “…dia yang menulis risalah ini… yaitu Muhammad Nafis bin Idris bin Al-Husein, yang dilahirkan di Banjar dan Hidup di Makkah”.
Sebagaimana halnya para ulama Jawi (Indonesia/ Asia Tenggara) abad ke-17 dan ke-18, beliau belajar kepada para ulama-ulama terkenal, baik yang menetap maupun yang sewaktu-waktu berziarah dsn mengajar di Haramayn (Makkah dan Madinah) dalam berbagai cabang ilmu ke-Islaman, terutama tafsir, fikih, hadist, ushuliddin (tauhid) dan tasawuf.
Syekh Muhammad Nafis Al-Banjari bukan saja sebgai seorang sufi tetapi beliau juga adalah seorang penganut dan penganut jihad (berjuang) yang merupakan ciri utama neosufisme (tasauf pemahaman baru). Karena itu, pemerintah Belanda melarang masyarakat membaca kitab Ad-Durrun Nafis, karena khawatir kitab tersebut dapat mendorong masyarakat melakukan jihad melawan penjajah.
Menyadari bahaya yang ditimbulkan oleh pemahaman jihad yang ada tercantum di dalam kitab As-Durrun Nafis, Belanda kemudian melancarkan siasat buruknya untuk membendung masyarakat agar jangan membaca kitab tersebut. Maka Belanda mengadakan propaganda pengharaman untuk membaca dan mempelajari ajaran-ajaran tasawuf  yang termuat dalam kitab tersebut dengan menggaet beberapa ulama yang tidak sepaham dengan ajaran yang ada dalam kitab tersebut.
Lokasi makam Syekh Muhammad Nafis Al-Banjari berada di Mahar Kuning, Desa Binturu, Kecamatan Kelua, Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan. Direnovasi pada tahun 1993 oleh Majelis Taklim Abbas, dan dirahap total pada tahun 2000. Menurut Bapak H. Khairani selaku ketua pengelola Makam Syekh Muhammad Nafis Al-Banjari “Makam ini di rahap total oleh Pemerintah Kabupaten Tabalong pada masa jabatan Bapak H.NOOR Aidi pada tahun 2000 dengan failitas lengkap seperti tempat manyalamat, mushola, tempat parkir, toilet dan kamar mandi umum. Dan sekitar tahun 2000 itu berdasarkan persetujuan dan restu ulama-ulama yang ada yang berada disekitar Kecamatan kelua, pemerintah mulai mencari silsilah kitab asli milik Syekh Muhammad Nafis Al-Banjari” kisahnya.
Hingga kini pengunjung yang berziarah ke Makam Syekh Muhammad Nafis Al-Banjari ramai setiap harinya, dari pagi hingga petang dan datang dari berbagai daerah. Ketika mendekati acara haulan Syekh Muhammad Nafis Al-Banjari yaitu pada bulan Rabiul Akhir.

 PENULIS: AJIDAYANTI
SUMBER : 
                  WAWANCARA DENGAN BAPAK H.KHAIRANI
                 BUKU MANAKIB SYEKH MUHAMMAD NAFIS AL-BANJARI

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAMANDI I WASI TUHA (MEMANDIKAN BESI TUA)

KLENTENG SOETJI NURANI