BUKAN MAKAN BIASA



BATALAM: TRADISI BULAN MULUD NAN TAK LEKANG OLEH WAKTU
Kehidupan manusia  yang tak terlepas dari budaya terus menampakkan wujud-wujud kebudayaan tiap  daerahnya. Memasuki bulan Rabiul Awal, bulan kelahiran Baginda Rasulullah SAW. Sholawat atas beliau terus di haturkan melaui syair-syair maulid yang di lantunkan. Masyarakat Banjar sering menyebut bulan Rabiul awal ini dengan sebutan bulan mulud.
Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. pada masyarakat Kalimantan Selatan, khususnya bagian dari wilayah Kabupaten Tabalong memiliki tradisi khusus yaitu tradisi makan batalam. Seperti halnya di daerah Bangkiling dan Hapalah, dan tradisi tersebut juga dibumikan di sekolah seperti di Madrasah Aliyah Negeri Kelua.
Menurut Annisa seorang mahasiswi yang merupakan masyarakat asli Hapalah “Istilah makan batalam dalam masyarakat ini merupakan tradisi turun temurun yang dilakoni setiap bulan mulud. Makan batalam merupakan suatu rangkaian kegiatan maulid nabi yang diperingati setiap tahunnya. Istilah makan batalam diberikan karena proses makan yang dilakukan bersama-sama itu dilakukan diatas talam,” ujarnya. Talam merupakan sebuah tempat besar seperti nampan yang berbentuk lingkaran berdiameter sekitar 50cm. Makanan yang akan disuguhkan, disusun dan dihidangkan diatas talam.
 Rangkaian kegiatan batalam biasanya dimulai sejak pagi hari sekitar pukul tujuh pagi. Setiap rumah melantunkan syair-syair sholawat dengan alat yang disebut gendang dan dikenal dengan nama maulid habsyi. Setelah maulid dilakukan dirumah-rumah, biasanya masyarakat berkumpul di sebuah mesjid untuk kembali melantunkan sholawat dan syair-syair maulid. Kegiatan dilanjutkan dengan ceramah agama yang disampaikan oleh tuan guru. Cermah agama yang biasa disampaikan ketika bulan maulid juga tidak jauh dari cerita-cerita kehidupan Rasulullah SAW. yang merupakan suri tauladan umat muslim.
Kegiatan diakhiri dengan do’a bersama, masyarakat menikmati dan manyantap makanan yang telah disediakan di talam tadi. Satu makanan yang tersuguh ditalam biasanya dinikmati oleh empat hingga enam orang. Makanan yang tersedia ada dalam talam biasanya berupa satu ekor itik atau ayam panggang lengkap dengan kuah sop.
Kegiatan batalam yang juga merupakan pelestarian tradisi daerah juga tidak jauh berbeda dengan yang dilaksanakan di Desa Hapalah dan Bangkiling. Setiap siswa mengadakan pembacaan sholawat dan syair maulid yang dilakukan di tiap-tiap kelas, dan setiap kelas itu dianggap menjadi sebuah rumah dalam sebuah kampung yang merupakan bagian dari sekolah. Setelah acara maulid di masnig-masing kelas selesai siswa dikumpulkan di halaman sekolah. Bersama kembali membaca sholawat dan syair maulid serta ceramah agama, dan diakhiri dengan do’a serta menyantap bersama makanan yang telah dihidangkan di talam. Namun makanan yang tersedia ditalam untuk kegiatan batalam disekolah biasanya tergantung siswa yang menyediakannya sendiri. Seperti ikan bakar, ayam, lalapan, tumpeng dan lain sebagainya.
Menurut Annisa Makna sejarah yang terkandung dari tradisi makan batalam ini tak luput dari sunah Rasul yang ingin di jalankan, yaitu menjalin silaturahim dan serta meningkatkan rasa kebersamaan antar masyarakatnya. Masyarakat setempat juga meyakini dengan diadakannya maulid batalam sikap kekeluargaan antar masyarakatnya semakin meningkat. Diantara masyarakat yang mengadiri acara tersebut juga ada masyarakat luar kampung tersebut, seperti sanak saudara, kerabat dan teman dekat yang biasanya juga turut diundang dalam acara batalam tersebut.
Begitu pula tradisi batalam yang dilakukan di Madrasah Aliyah Negri Kelua, selain menjalankan sunah Rasulullah untuk menjalin silaturahim, juga untuk menanamkan nilai-nilai tradisi lokal. Penanaman tradisi lokal sejak dibangku sekolah dan menyadarkan siswa akan pentingnya pelestarian tradisi dapat dilakukan dengan peringatan maulid nabi tradisi makan batalam.
Penulis: Ajidayanti
Sumber tulisan: Wawancara Annisa masyarakat asli Hapalah




Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAMANDI I WASI TUHA (MEMANDIKAN BESI TUA)

ULAMA KALUA

KLENTENG SOETJI NURANI