DO'A DAN PAGODA
Bagi Anda yang belum pernah berkunjung ke klenteng Soetji Nurani mungkin akan bingung, karena Anda akan melihat
sebuah bangunan seperti menara yang memiliki banyak jendela, juga terlihat kebulan asap yang keluar dari jendela menara tersebut. Saat masuk ke dalam klenteng akan
ada begitu banyak lilin, baik yang berukuran kecil hingga berukuran yang sangat
besar seperti batang pohon kelapa. Juga ada orang-orang yang sedang melipat-lipat kertas, di
klenteng ini terdapat ruangan khusus untuk kertas-kertas tersebut.
Saat di konfirmasi kepada bapak Tiono Husin nama bangunan seperti menara
tersebut adalah pagoda. Di pagoda tersebut tempat untuk membakar serangkaian
kertas yang dilipat-lipat dan diberi nama kembang berenteng, kertas tersebut adalah uang khas Cina, setelah selesai
sembahyang kertas tersebut dibakar sebagai persembahan kepada dewa. “Ya sebagai
persembahan, dengan harapan apa yang diinginkan sampai kepada yang diatas”. Ujar Tiono Husin pengurus klenteng Soetji Nurani.
Lilin yang begitu banyak menambah keindahan yang ada di klenteng, apalagi
pada saat malam hari karena pencahayaan dari lilin tersebut. ”Lilin-lilin ini
merupakan sumbangan dari para jemaat klenteng Soetji Nurani”. Ujar Tiono Husin pengurus klenteng Soetji Nurani. Mereka percaya bahwa dengan lilin tersebut maka
rumah mereka akan menjadi lebih terang.
Di klenteng terdapat buah-buahan dan
juga aneka kue. Buah-buahan yang ada beraneka ragam,
seperti apel jeruk,
anggur, pisang, nanas dan sebagainya. Kue yang ada di klenteng ini seperti kue
lapis yang memiliki arti atau harapan agar bisa mendapatkan rezeki yang
berlapis-lapis. Kue mangkok yang memiliki arti atau harapan semoga kehidupan
bisa lebih berkembang seperti kue
mangkok yang mekar, dan juga aneka manisan atau gula-gula.
Buah dan kue ini tidak dibiarkan begitu saja. Dua hari kemudian akan dibagikan kepada jemaat klenteng Soetji Nurani. “Buah dan kue tersebut dimakan suapaya sehat
semua, untuk meminta perlindungan kepada dewa-dewa. diberkatilah”. Ujar Tiono Husin pengurus klenteng Soetji Nurani.
Komentar
Posting Komentar